Tentang ksatria
Jangan takut dan
malu kawan. Tangisan itu bukan pertanda kelemahan hati. Itu menandakan kau itu
masih manusia. Emosimu itu tidak salah. Dan air mata bukanlah milik pecundang. Jangan
membandingkan dengan artis. Air mata memang adalah bukti penghayatan bagi
mereka. Kau bkan artis. Dan itu murni, hatimu meringis dengan apa yang terjadi
sekarang. Aku bersamamu. Saat sudah puas kau curahkan segala bentuk nestapa
yang menggoda. Aku tetap bersamamu. Bukan untuk membantumu bangkit, tapi
menemani perjalanan yang belum tuntas ini. Sampai akhir nanti, saat malaikat
maut yang datang menantang kita. dan diapun akan tetap kita lawan. Tak ada kata
menyerah sampai Tuhan sendiri yang memutuskan apakah kita ini pantas di sanjung
atau di maki.
Menjadi terlaknat
atau selamat, tergantung darimana kita memandang. Tak ada yang perlu
ditakutkan. Jika yakin, hajar terus, pantang mundur. Gunung kita orat arit,
sungai kita belah, lautan kita kuras. Setan kita sikat, iblis kita babat. Keyakinan
pada diri sendiri itulah yang penting. Ini bukan cara menjadi begundal, namun
menjadi ksatria itu juga harus teguh. Ndak klemar klemer dan takut salah, takut
disepelekan. Bukan seperti itu. Satria itu adalah manusia yang menepati setiap kalimat
yang ia ucap. Meskipun hidup berkalang pedang dan nanah, ia akan menepati apa
yang dia katakana. Baginya satu kata sama dengan sumpah yang harus dipegang
teguh. Hanya kematian yang bisa menggugurkannya. Jika mampu, setelah matipun
mungkin akan coba ia penuhi.
Kebohongan
hanyalah nista. Barang yang tidak jujur tak patut disentuh. Ada banyak persepsi
dan makna berbeda dari satu kalimat. Bahkan satu kata ada banyak makna yang
berbeda. Satu kata beragam maksud. Dan bagaimana dengan kalimat yang tersusun
dari banyak kata? Tentu harus ditelaah dulu apa maksud yang sebenarnya. Apalagi
jika kalimat itu tertulis atau terucap ratusan, atau ribuan tahun lalu. Ada disiplin
ilmu sendiri untuk mempelajari hal itu. Dak bisa diambil hanya dari terjemahan.
Jangankan yang dari ratusan, kata terucap dalam salah tempat saja bisa
mengakibatkan perang.
Ada tuah dalam
kejujuran. Jujur kepada diri sendiri, lalu jujur pada perbuatan, jujur pada
Tuhan, dan konsisten pada ucapan. Jika ini sudah bisa dilaksanakan, tak akan
ada yang berani menertawakan omonganmu. Setiap ucapanmu akan didengar, dan
ancamanmu menjadi seperti ancaman yang menggetarkan. Setanpun akan minggir saat
kau lewat. Wibawamu akan didengar oleh oleh orang besar, terlebih orang kecil. Jadilah
ksatria. Semakin sulit menemukan mereka saat ini. Para manusia penjaga lisan
dan perbuatan itu.
Jujur itu benar.
Namun jika tak pandai dan cerdas, itu namanya lugu. Jujur adalah sifat sabda
palon. Jadi, jangan hanya menjadi manusia LUGU yang jujur. Namun juga
belajarlah agar berilmu, sehingga tak mudah dikecoh. Baik itu ditipu manusia,
terlebih jin pri prayangan, juga politikus. Tidak mudah terperosok oleh rayuan
dan gumunan pada hal baru. Belajar menjadi manusia yan berkepribadian tangguh,
cerdas, dan berilmu. Ingat, ilmu tak akan bisa berkah tanpa kejujuran. Orang
lugu lebih bermartabat dari orang berilmu yang tidak jujur. Atau bisa dikatakan
culas.
Jujur, berilmu,
dan satu lagi yaitu kuat. Jika hanya jujur, berilmu, dan tidak kuat, kamu akan mudah
dibully dan ditekan. Kuat ada banyak makna di sini. Kuat fisik, kuat ekonomi,
atau kuat pengaruh. Tekanan yang datang tak akan menggoyahkanmu. Pada tahap
ini, kesedihanmu bukan untuk dirimu sendiri. Namun lebih pada kemarahan akan
ketidak adilan. Jiwamu memberontak jika ada hal yang menyakiti kaum lemah. Ini bukan
perkara mudah. Disinilah letak satria sang penenang masyrakat berperan. Dia ada
sebagai pelindung, bukan pemeras. Strateginya indah serta elegan dan tentunya
mematikan lawan.
Berdirilah Tuan,
anda adalah keturunan orang hebat. Dan anda di sini adalah anugrah bagi kami. Banyak
jiwa yang bergantung padamu. Engkau lah kekuatan kami. Jatuh seperti ini bukan
kekalahan abadi. Tuhan selalu ngasih kita ruang untuk bergerak, dan berdiri
kembali. Selalu ada tempat untuk kehormatan tuan di bumi ini. Jangan menyerah
meski nasib menjarah. Jangan takut meski berdekatan dengan malaikat maut. Sakitmu
adlah wabah bagi kami. Deritamu adalah musibah bagi rakyatmu. Demi kami,
bangkitlah Ksatria. Padamulah jiwa jiwa ini mengharap keteduhan Tuhan.
Kiprahku sudah
cukup sampai disini. Mungkin aku akan segera mati. Atau Tuhan masih mau bermain
main dengan ku di kehidupan ini. Sehingga sang maut segan mencabut nyawaku. Namun
engkau yang dibutuhkan. Bukan aku. Ini adalah saatmu. Ini adalah waktumu. Kami semua
ada di belakangmu. Baik yang masih panjang nafasnya, maupun yang sudah jadi
belulang tubuhnya. Kami menyertaimu selalu.
Satu gambar
lebih bisa menjelaskan daripada seribu kata. Dan satu audio visual bisa
menjajah fikiran pemirsanya, membentuk opini, atau membuat propaganda. Hati hatilah
di jaman sekarang, karena tak ada bukti satu tulisan itu valid dan benar. Setiap
sesuatu yang dibaca didengar dan dilihat harus ada telaah lebih dulu. Kritis. Jangan
membantah lalu mengatakan layaknya orang Yahudi banyak protesnya. Bukan di situ
pointnya. Punyalah pikiran sedikit, gunakan banyak kabar lalu saring. Bukan hanya
satu. Setiap berita itu memiliki kebenarannya sendiri.
Ingat dengan
kisah orang buta diminta menjelaskan gajah? Ada yang bilang gajah itu bulat dan
besar layaknya pohon kelapa, adan yang bilang tipis, lebar, atau kecil panjang
dan menggantung. Jangan pernah berprasangka dulu hanya karena melihat satu
sumber. Tetaplah kritis. Hanya itu yang bisa kita jadikan pedoman.
Komentar
Posting Komentar